Sejarah
Pancasila
Pada akhir Mei dan permulaan Juni 1945
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengadakan sidang.
Rapat pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno menegaskan gagasannya dalam suatu
pidato (tanpa teks), Ir. Soekarno mengemukakan 5 prinsip. (Simorangkir: 1978:
19)
Pancasila merupakan dasar negara
Indonesia yang dikenal lahir pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasila menjadi
pedoman dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sebagai dasar negara dalam
sila-silanya mengandung hakikat dan filosofi yang mendalam. Pengkajian dengan berbagai
metode dilakukan. Hal ini dilakukan agar bisa memahami makna dan hakikat dari
sila-sila pancasila tersebut.
Istilah pancasila telah dikenal sejak
jaman Majapahit pada awal XIV, terdapat didalam buku Nagarakertagama karangan
Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Dalam buku Sutasoma ini istilah
Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dari bahasa
Sansekerta), juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila
Krama), yaitu:
1.
Tidak boleh melakukan kekerasan,
2.
Tidak boleh mencuri,
3.
Tidak boleh berjiwa dengki,
4.
Tidak boleh berbohong,
5.
Tidak boleh mabuk minuman keras.
(Dardji Darmodiharjo, 1979: 15)
Jadi, sebenarnya Pancasila sudah ada
sejak jaman dahulu, mungkin pengaplikasiannya yang belum secara maksimal dan menyeluruh.
Pancasila berarti sila atau nilai yang terdiri dari lima unsur.
Lima unsur yang tercantum dalam
Pancasila bukanlah hal-hal yang timbul baru pada pembentukan negara Indonsia,
akan tetapi sebelumnya dan selama-lamanya telah dimiliki oleh rakyat, bangsa
Indonesia, yang nyata ada dan hidup dalam jiwa masyarakat, rakyat bangsa
Indonesia. (Notonagoro, 1968: 24)
Pengertian
Pancasila sebagai Sistem
Sistem merupakan suatu rangkaian yang
merupakan satu kesatuan, yang terdiri dari sub-sub bab yang saling berkaitan,
saling bekerja sama, saling mempengaruhi, yang memiliki tujuan tertentu,
apabila salah satu dis fungsi atau hilang, maka akan mengganggu kinerja dari
rangkaian tersebut.
Sistem lazimnya mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1)
Suatu kesatuan bagian-bagian,
2)
Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi
sendiri-sendiri,
3)
Saling berhubungan, saling
ketergantungan,
4)
Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai
suatu tujuan bersama (tujuan sistem),
5)
Terjadi dalam suatu lingkungan yang
kompleks (Shore dan Voich, 1974:22).Hal.9 H. Kaelan, M.S (editor) . H.
Achmad Zubaidi, MSi. Pendidikan Kewarganegaraan. Paradigma: Yogyakarta 2007
Pancasila memiliki lima nilai dasar
yaitu: Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan kadila. Pancasila
yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat.
Isi-isi pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Hal ini dikarenakan
setiap sila tidak bisa berdiri sendiri. Setiap sila saling berhubungan dan
ketergantungan. Setiap sila ini saling mengkualifikasi atau saling
menyempurnakan. Meskipun pancasila terdiri dari lima unsur, akan tetapi ini
merupakan kesatuan, terdiri atas lima unsur majemuk tunggal.
Sistem
Nilai dalam Pancasila
Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila itu mempunyai tingkatan dan bobot yang berbeda, namun nilai-nilai itu
tidak saling bertentangan. Akan tetapi nilai-nilai itu tidak saling
bertentangan. Hal ini disebabkan sebagai suatu substansi atau kesatuan organik
(organic whole). Dengan demikian
berarti niali-nilai yang ada itu, dimiliki bangsa Indonesia yang akan
memberikan pola (patroon) bagi sikap,
tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia (Kodhi, 1994) hal. 24 H. Kaelan,
M.S (editor) . H. Achmad Zubaidi, MSi. Pendidikan Kewarganegaraan. Paradigma:
Yogyakarta 2007
Pancasila bisa bersifat universal, yaitu
dengan bahasa yang digunakan bisa mudah dipahami oleh masyarakat luas, dan
bahasanya tidak terlalu rumit atau radikal. Karena hal ini, maka Pancasila akan
lebih menyatu dengan masyarakat. Dengan mudah memahami maka akan mudah
mengenalnya.
Pancasila sebagai suatu nilai yang
termasuk nilai moral atau nilai kerohanian juga mengakui adanya nilai material
dan niali vital. hal.63. Rukiyati, dkk. Pendidikan Pancasila. 2008. UNY
Press. Yogyakarta.
Pancasila mengandung suatu keyakinan,
bahwa dinamik yang tumbuh dari keseluruhan segala kekuatan lahir dan batin,
dari keseluruhan segala kekuatan materieel dan spirituil, dinamik itulah yang
menentukan gerak tumbuhnya masyarakat, roboh-mengembangnyansejarah dan
bangun-jatuhnya peradaban manusia. hal. 20. Prof. DR. Soenawar Soekawati S.
H. AKADOMA: Jakarta. 1977. Pancasila dan Hak-hak Azasi Manusia.
Didalam tiap sila terimpul sila-sila
yang lainnya, sehingga sebenarnya dan selengkapnya adalah sebagai berikut:
1.
Sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa adalah
ke-Tuhanan Yang Maha Esa yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan Indonesia yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
atau perwakilan dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Sila ke-manusiaan yang adil dan beradab
adalah yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
atau perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Sila persatuan Indonesia adalah yang
berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan. (Notonagoro, 1975:
20)
Kelima unsur tersebut adalah suatu
totalitas yang senafas dan sejiwa. Dimana sudah berupa inti atau saripati yang
tidak boleh lagi diperas karena suatu perasan hanya akan merusak nilai
Pancasila itu sendiri. Pancasila berpancar dari sumber yang terdapat di bumi
Indonesia sendiri, yang merupakan hasil proses sublimasi dai unsur-unsur hidup
dan kehidupan Bangsa Indonesia, baik maddiyah (materiil) maupun rohaniyyah
(spiritual). (Simorangkir, 1978: 20)
Adapun sila-sila Pancasila adalah sistematis-hierarkhis, artinya kelima
sila Pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urut-urutan yang bertingkat
(hierarkhis). Setiap sila mempunyai tempatnya sendiri, sehingga tidak dapat
digeser-geser atau di balik-balik. Ditilik dari intinya, urut-urutan lima sila
itu menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas dan isi sifatnya. Setiap sila yang
dibelakang sila lainnya lebih sempit “luasnya”, tetapi lebih banyak “isi
sifatnya” dan merupakan pengkhususan sila-sila yang dimukanya. (Notonagoro,
1968: 39-40)