Oleh: Arifah Suryaningsih, S.Pd. * | Mahasiswa S2 UGM
Steve Jobs tidak percaya bahwa ‘sistem’ akan melahirkan inovasi. Dan Steve
Jobs telah menyediakan formula untuk menjadi pribadi yang berbeda sehingga
inovatif. Atau cerita ilmuwan abad 18, tentang penemuan bola lampu pijar oleh
Thomas A. Edison. Dia mengalami sembilan ratus sembilan puluh sembilan
kegagalan untuk satu kali kesuksesan atas lampunya, namun ketika ditanya dalam
sebuah wawancara oleh Napoleon Hill, Mr Edison apa yang anda rasakan ketika
mengalami 999 kegagalan? Mr Edison menjawab," Maaf saya tidak pernah
gagal, saya sudah menemukan 999 cara yang tidak boleh dilakukan untuk
menciptakan sebuah bola lampu". Sebuah jawaban luar biasa yang hanya bisa
diucapkan oleh seseorang yang memiliki kepercayaan dan keyakinan diri yang
tinggi terhadap apa yang ia kerjakan.
Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang dapat kita tiru yang terlahir karena
semangat juang, usaha dan juga berfikir kreatifnya. Berpikir berbeda adalah
gaya hidup, sebuah pendekatan inovasi yang positif dan efektif. Pendekatan ini
dapat diaplikasikan oleh siapa pun dan dalam bidang apapun.
Kisah sukses tokoh-okoh tersebut adalah sebuah "guru kehidupan"
bagi siapa saja, bagi orangtua, siswa atau bahkan bagi seorang guru sekalipun.
Ketika tingginya tuntutan kinerja guru menjadi sorotan semua pihak semenjak
tunjangan sertifikasi digulirkan, banyak guru menjadi panik dan
berbondong-bondong untuk mengejar ketertinggalannya dalam upayanya untuk
berinovasi di dalam kelasnya. Sebuah upaya yang patut diacungi jempol jika hal
tersebut terus dilakukan secara berkelanjutan, tidak hanya berumur jagung dan
“hangat-hangat tahi ayam”.
Karena banyak guru yang kemudian kembali menghadirkan hal-hal konvensional
dan menjemukan di kelasnya. Banyak pihak yang kemudian mempertanyakan dan
mempersoalkan keprofesionalan yang telah dibayar mahal dengan tunjangan
sertifikasi tersebut. Guru menjadi trending topic yang hangat ketika kinerjanya
buruk.
Sementara tuntutan penguasaan teknologi informasi untuk menghadirkan
inovasi pembelajaran yang Beberapa tahun yang lalu banyak terlahir dengan
dilatarbelakangi oleh kemajuan teknologi informasi, pun belum juga berhasil
dilaksanakan. Akhirnya banyak guru mengkambinghitamkan ketiadaan fasilitas dan
infrastruktur tersebut sebagai hal yang menghambat lahirnya inovasi
pembelajaran. Disisi lain daya dukung penciptaan inovasi pembelajaran berbasis
ti yang terus dikembangkan belum juga dapat mencapai kepada semua ranah mata
pelajaran.
Pengembang-pengembang software pembelajaran interaktif misalnya, mereka
masih saja berkutat kepada pelajaran-pelajaran sains dan eksakta saja. Hal
tersebut semakin menambah kegalauan para guru yang masih menempatkan ti
sebagai momok dihatinya. Alih-alih mengembangkan software, mengoperasikan
komputer dan internet saja masih tergagap-gagap. Inti persoalan itulah yang
akan penulis bahas disini, bahwa inovasi tidak harus terlahir dengan latar
belakang teknologi informasi. Marilah kita mencoba berpikir diluar kotak.
Guru masih merupakan pusat perhatian murid dikelasnya, walaupun konsep
student center telah diterapkan di hampir semua jenjang pendidikan. Kehadiran
sosok guru di dalam kelas bagaikan seorang nahkoda dalam mengarungi samudera
pengetahuan yang teramat luasnya dengan membawa siswa untuk dapat menikmati
perjalanan belajarnya. Hal itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun merupakan
keharusan yang musti dilakukan guru untuk memberikan kesenangan dan kenyamanan
murid dalam menyerap apa yang disampaikan di oleh guru dikelasnya.
Improvisasi untuk mengawali sebuah lahirnya inovasi sangatlah mutlak
diperlukan didalam pembelajaran di dalam kelas. Konsep-konsep pembelajaran yang
menyamankan siswa sehingga siswa menjadi merasa “butuh” untuk belajar telah
banyak di tuangkan dan disampaikan dalam diklat-diklat, buku-buku ataupun
media-media yang lain. Intinya guru harus mulai berbuat, sekecil apapun bentuk
perubahan itu, pasti akan dirasakan manfaatnya dan akan membawa pencerahan yang
luar biasa bagi setiap anak didiknya.
Guru yang yang mempunyai
kemauan berinovasi adalah guru yang berani mengambil resiko (risk taker)
artinya dalam mengusung inovasi belajar tidak selamanya akan berhasil,
disebabkan adanya bariers yang ada baik lingkungan atau pun pada diri
siswa,dalam hal ini diperlukan kecermatan guru dalam memberikan perlakuan
terhadap siswanya yang mana tidak asal berinovasi saja melainkan siap
terhadap kegagalan dengan cara tidak membebani siswa.
Pada dasarnya inovasi dan kreatifitas bukan semata-mata terlahir dari
fasilitas melainkan adanya suatu saluran yang tidak tersumbat yaitu kebebasan
dan keberanian.
Sumber: http://theglobejournal.com/opini/inovasi-tantangan-guru-masa-depan/index.php